Ketua Ma’ruf: Dari Ketiadaan Silabus hingga Campur Tangan Kampus

 

(Sumber: Tim Media Aksara IAI PERSIS Garut. Materi Inti Kegiatan Ma'ruf) 

Garut, Aksara_Masa Ta’aruf (Ma’ruf) kembali digelar sebagai pintu masuk bagi mahasiswa baru mengenal dunia kampus. Di balik jalannya acara tahunan ini, Ketua Ma’ruf tahun ini mengungkap sejumlah catatan penting. Mulai dari ketiadaan pedoman baku, campur tangan pihak kampus, hingga koordinasi dengan DEMA.

Dalam wawancara dengan Aksara, Senin (22 September 2025), Ketua Ma’ruf, Dede Andri Aliyuddin, menuturkan bahwa salah satu kendala terbesar dalam penyelenggaraan adalah belum adanya silabus atau standar kelulusan yang jelas. Hal ini sering membuat panitia berada pada posisi sulit ketika harus mengambil keputusan.

“Semacam silabus untuk ma’ruf ini, jadi tidak ada pedoman, tidak ada standar bagaimana peserta itu bisa dikatakan lulus dan tidak lulusnya,” ujarnya.

Ia mencontohkan kasus seorang peserta yang iziin tidak hadir pada hari pertama, sehingga hanya memenuhi 75 persen kehadiran. “Kalau diluluskan, tidak adil bagi peserta lain. Tapi kalau tidak diluluskan, tentu jadi pertanyaan juga,” katanya.

Menurutnya, tanpa standar yang baku, keputusan panitia sering menimbulkan tanda tanya. Karena itu, ia mendorong agar ke depan ada silabus yang bisa dijadikan pijakan.

Harapan itu bukan hanya untuk mempermudah panitia, tetapi juga untuk memastikan arah kegiatan lebih terukur. “Kalau misalkan nantinya ada silabus, pastinya dalam masalah membuat grand design, materi apa saja yang harus disampaikan atau dipenuhi, itu akan lebih gampang dan enak saja,” tambahnya.

Meski belum tahu siapa yang berwenang membuat pedoman, ia menegaskan pentingnya langkah tersebut. “Harapan saya, acara ma’ruf ini jangan sekadar acara ceremonial, tapi memang sangat penting bagi mahasiswa baru,” ujarnya.

Selanjutnya, Dede menolak anggapan bahwa kegiatan ini hanya sebatas formalitas tahunan. “Kalau kita lihat sepintas, memang terkesan seperti seremonial saja. Yang penting ada gitu ya, setiap tahun terjalannya. Tapi menurut saya, sangat-sangat penting,” tegasnya.

Nilai utama Ma’ruf, menurut dia, ada pada fungsi sosialisasi: kampus, UKM, hingga simulasi aksi mahasiswa. “Itu sangat berpengaruh untuk nantinya, terutama minat mahasiswa baru untuk ikut aktif di organisasi,” jelasnya.

Selain pengenalan organisasi seperti SEMA, DEMA, HMPS, dan UKM, Ma’ruf juga menyajikan informasi teknis seputar dunia perkuliahan. “Misalkan, lulus kuliah S1 itu harus berapa SKS, atau selama 4 tahun itu ngapain aja. Itu biasanya dijelaskan di sosialisasi kampus,” tambahnya.

Terkait peran pihak kampus, Dede menilai dukungan yang diberikan sudah cukup. Menurutnya, pihak kampus lebih banyak memberikan bimbingan, arahan, dan saran, tanpa melakukan intervensi terhadap keputusan panitia.

“Dari yang saya rasakan, jujur saya merasakan sudah cukup membantu kampus yang sangat memberikan tuntunan kepada kami, selaku panitia. Dari mulai membimbing, kemudian mengarahkan, memberikan saran juga. Karena memang dari pihak kampus sendiri, itu sebetulnya tidak mengintervensi lah. Jadi, keputusan-keputusan yang ada di Ma’ruf ini sepenuhnya karena keputusan dari kami kepanitiaan sendiri,” jelasnya.

Ia juga menyinggung insiden dua tahun lalu, ketika rektor sempat marah karena adanya musik keras saat azan berkumandang. Menurutnya, itu bukan karena kehadiran band semata, melainkan soal waktu yang tidak tepat. “Pada saat itu azan Asar sudah berkumandang, sedangkan posisi di aula masih berisik dengan musik rap yang lumayan bising. Otomatis rektor marah. Tapi tahun kemarin tidak ada masalah, karena semuanya dikonsultasikan dengan pimpinan kampus,” jelasnya.

Jika dengan kampus hubungan dinilai cukup harmonis, lain halnya dengan DEMA. Dede mengakui bahwa koordinasi dengan DEMA relatif minim pada tahun ini.

“Terkait dengan campur tangan DEMA, memang sebetulnya bukan hampir tidak ada, memang tidak ada sama sekali campur tangan DEMA di kami. Cuma memang DEMA sering memberikan saran, dan kami juga menerimanya,” katanya.

Ia menambahkan, kurangnya komunikasi lebih disebabkan oleh situasi. “Saya pribadi jujur agak kurang berkoordinasi dengan DEMA tahun sekarang. Karena persiapannya itu dari bulan Agustus, sementara SC atau KWSB DEMA melaksanakan KKN. Jadi, pas bulan Agustus itu hampir tidak ada komunikasi, cuma 1, 2, atau 3 kali saja,” tuturnya.

Pernyataan Ketua Ma’ruf menegaskan adanya sejumlah catatan penting untuk penyelenggaraan tahun-tahun berikutnya. Pertama, perlunya silabus atau pedoman yang jelas agar panitia tidak bingung dalam menetapkan standar. Kedua, memperkuat koordinasi dengan DEMA, meski di tengah kesibukan program lain.

Bagi mahasiswa baru, Ma’ruf tetap menjadi wadah penting untuk mengenal kampus dan organisasi. Namun bagi panitia, pengalaman tahun ini menjadi pelajaran agar kegiatan ke depan bisa lebih terarah, adil, dan terkoordinasi.


Jurnalis: Ghufran, Fuzi, Ardhita

Posting Komentar

Halo sobat Aksara!
Jika mari berkomentar dengan memberikan gagasan atau pendapat yang terbaik, kita jauhi komentar yang mengandung hal yang tidak diinginkan yaa!

Lebih baru Lebih lama