Kebijakan UPT Bahasa Dipertanyakan, Mahasiswa Tuntut Keterbukaan dan PerubahanKebijakan UPT Bahasa Dipertanyakan, Mahasiswa Tuntut Keterbukaan dan Perubahan

 


(Sumber: Tim Media Dema)  


Garut, Aksara – Senat Mahasiswa (SEMA) dan Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) IAI Persis Garut menyampaikan aspirasi dan tuntutan terkait kebijakan UPT Bahasa mengenai uji kompetensi bahasa Arab dan bahasa Inggris dalam audiensi bersama Rektor, Wakil Rektor I, dan Ketua UPT Bahasa, Selasa (27 Mei 2025). Audiensi ini merupakan tindak lanjut dari program DEMA Responsif. Sebelumnya, DEMA telah melakukan survei terhadap tanggapan mahasiswa mengenai kebijakan tersebut. Hasilnya, dari 106 mahasiswa yang mengikuti survei, hanya 26,4% yang menyatakan setuju.

Kebijakan ini dianggap menambah beban mahasiswa, baik secara administratif maupun psikologis. Hal tersebut disebabkan karena kebijakan yang dikeluarkan oleh UPT Bahasa dinilai mendadak, tidak transparan, dan minim pelibatan mahasiswa dalam proses penyusunannya.

Menanggapi hal tersebut, Rektor IAI Persis Garut, Dr. Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum., menjelaskan bahwa kebijakan UPT Bahasa bukanlah kebijakan baru atau mendadak, melainkan telah ditetapkan sejak 24 Oktober 2024.

“Sebetulnya ini bukan kebijakan dadakan, kebijakan ini telah terbit sejak 24 Oktober 2024,” ujarnya.

Kebijakan UPT Bahasa ini telah tercantum dalam Pedoman Akademik. Tiar Anwar Bachtiar menerangkan bahwa sejak peralihan status dari STAI ke IAI, pihak rektorat mulai merancang keseluruhan proses pembelajaran.

“Semenjak jadi Institut, kami sudah merancang seluruh proses pembelajaran dari A-Z yang sebelumnya belum pernah dituliskan,” ucapnya.

Ia menegaskan bahwa Pedoman Akademik menjadi acuan bagi setiap kegiatan di kampus. Dengan demikian, tidak ada kebijakan kampus yang bersifat tiba-tiba.

“Semuanya mengacu kepada Pedoman Akademik. Jadi, tidak ada kita melaksanakan kegiatan-kegiatan yang bersifat ujug-ujug (tiba-tiba),” ujarnya.

Dalam audiensi tersebut, DEMA mengajukan empat poin utama, yaitu: menuntut keterbukaan informasi atas dasar kebijakan ini, meminta evaluasi ulang terhadap dampaknya, menuntut partisipasi aktif mahasiswa dalam setiap kebijakan strategis kampus, serta mengusulkan adanya dialog terbuka antara rektorat dan perwakilan mahasiswa.

DEMA juga mengajukan sejumlah solusi agar kebijakan ini tidak membebani mahasiswa, di antaranya: penjadwalan ulang kebijakan agar tidak mendadak, uji coba atau masa transisi selama satu semester, survei pendapat rutin sebelum implementasi kebijakan besar, serta pelibatan SEMA/DEMA dalam tim penyusunan kebijakan kampus.

Tiar Anwar Bachtiar  mengakui bahwa kurangnya sosialisasi Pedoman Akademik menjadi penyebab utama mengapa kebijakan UPT Bahasa ini terasa mendadak di kalangan mahasiswa.

“Jadi, problemnya itu adalah, mungkin dari kita juga agak kurang dalam mensosialisasikan Pedoman Akademik, hanya disebarkan saja,” tuturnya.

Hasil dari audiensi ini adalah kebijakan UPT Bahasa tetap diberlakukan, namun dengan beberapa penyesuaian sebagaimana dijelaskan oleh Ketua UPT Bahasa, Sholihin, M.Ag. Di antaranya: tidak ada potongan atau diskon dalam pembayaran, tetapi pembayaran bisa dicicil dan diperpanjang hingga bulan Agustus. Bagi mahasiswa yang tidak lulus, akan tersedia remedial 1 dan 2, dilanjutkan dengan bimbingan penyelesaian soal yang tidak dikenai biaya. Masa tenggang pun diperpanjang hingga bulan Agustus.

Sholihin juga menyampaikan bahwa sertifikat dari UPT Bahasa belum memiliki lisensi resmi, karena belum bekerja sama dengan lembaga profesional. Ia menjelaskan bahwa kerja sama tersebut membutuhkan biaya yang cukup besar.

“Untuk tadi tentang lisensinya, saya sudah sampaikan di awal bahwa kita belum bekerja sama dengan lembaga yang profesional. Kenapa belum, karena biayanya lumayan,” ujarnya.

Meski demikian, ia mengatakan bahwa sertifikat tersebut tetap bisa digunakan sebagai Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI), sebagaimana sertifikat dari UPT-THQ.

“Manfaat dari sertifikat ini, satu, ini bila digunakan untuk SKPI seperti halnya UPT-THQ,” sambungnya.

Terkait transparansi anggaran, Sholihin menegaskan bahwa semua pembayaran dari mahasiswa akan digunakan untuk keperluan operasional UPT Bahasa, seperti administrasi, ATK, mukafaah mentor, dan lainnya.

“Kita sisipkan buat mentor, karena kita bertanya ke UPT-THQ, itu mentor katanya ada, makanya kita sisipkan. Nah, akhirnya yang 150 itu untuk hal-hal seperti itu, termasuk kemarin, kita menyiapkan untuk administrasi dan ATK,” tuturnya.

Hasil lain dari audiensi ini adalah disepakatinya peran SEMA dan DEMA sebagai mediator dalam menyosialisasikan berbagai kebijakan kampus kepada mahasiswa.


Jurnalis: Ghufran


Posting Komentar

Halo sobat Aksara!
Jika mari berkomentar dengan memberikan gagasan atau pendapat yang terbaik, kita jauhi komentar yang mengandung hal yang tidak diinginkan yaa!

Lebih baru Lebih lama