Ringkasan Ulasan buku Risalah Untuk Kaum Muslimin, SMN al-Attas.

didukung oleh Mohammad Fazril Bin Mohd Saleh (Universitas Islam Antarabangsa Malaysia)

Disunting oleh Muhammad Luthfi Fathurrahman (STAI Persis Garut)

"Risalah Untuk Kaum Muslimin", oleh Prof. Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Diterbitkan 2001 oleh International Institute of Islamic Thought & Civilization in Kuala Lumpur (ISTAC). Ditulis dalam bahasa Melayu.

MUQADDIMAH

Risalah untuk Kaum Muslimin ini adalah catatan kata lisan Profesor Syed Muhammad Naquib al-Attas pada tahun 1973, ketika beliau mencatat di Universitas Kebangsaan Malaysia sebagai Mahaguru Penyandang Ahli Bahasa dan Kesastraan Melayu dan juga sebagai Pengasas serta Pengarah Institut Bahasa, Kesastraan dan Kebudayaan Melayu di Universitas itu.

Sedang Kaum Muslimin di seluruh dunia menderita masalah mengenai Islam yang semakin meruncing, Risalah ini mengemukakan pandangan-pandangan Profesor al-Attas yang cukup berdaya-asli dalam mengarahkan Kaum Muslimin ke jalan yang benar. Sebab utama terjadinya keadaan buruk Kaum Muslimin dewasa ini, menurut beliau, adalah kejahilan masyarakat Muslim itu sendiri mengenai Islam secara menyeluruh.Yaitu, Islam sebagai agama yang sebenarnya tidak mampu melahirkan peradaban yang luhur lagi agung, yang mampu menghasilkan ilmu-ilmu Islam yang tiada taranya dalam sejarah manusia.

Kejahilan Islam Itulah yang telah melenyapkan kesedaran mengenai individu dan kaum Muslimin terhadap amanah ilmu dan kaum Muslimin, dan seterusnya memerangkap mereka dalam berbagai macam ilmu dan penyelewengan amal, hingga mereka terus terikat pada rantaian batasan kekuasaan-Kuasa Besar Dunia masa."

ULASAN RINGKAS

1. Risalah Untuk Kaum Muslimin' (Risalah) merupakan sebuah karya berkonsepsi warkah atau risalah (surat); menyelami penderitaan kaum muslimin, bukan derita secara fisik, tetapi derita jiwa akibat kekeliruaan diri yang berakar dari penyelewengan dan salah faham tentang Islam dan pandangan hidup. Risalah ini memang penting dan wajar dijadikan santapan akal bagi yang berhajat mengislah diri dan masyarakatnya, bukan hanya bagi bangsa ini (Melayu Nusantara), bahkan Muslimin sedunia.Karena permasalahan yang terhurai di dalamnya (Risalah) itu berkenaan dengan masalah di dalamnya yang sama diderita oleh kaum muslimin di seluruh dunia.

2. Gaya penyampaian dalam bentuk fikir antara tamadun Islam dengan tamadun lain khususnya Barat telah menepikan hegemoni Tamadun Barat yang diagung-agungkan daripada pola (mind setting) pembaca. 74 yang merangkum perbahasan dan substansi, yang disandarkan milik-dalil _aqli_ (logis) dan _naqli_ (al-Quran dan as-Sunnah) yang termuat dalam Risalah ini perlu dipelajari dan ditekuni tanpa terlepas pandang walau pun ayat kerana kesinambungannya yang merantai. Syed Muhammad Naquib al-Attas (al-Attas) telah berjaya menggarap permasalahan ummat dengan begitu baik serta menyantuni semua aspek kehidupan dan ketamadunan sesuai dengan pandangan pandangan alam Islam. Pandangan dan pandangannya bersifat menyeluruh; jelas dan tetap relevan dengan zaman.

3. Menurut al-Attas, tumpukan masalah dan kerumitan jiwa orang Islam sekarang adalah sebenarnya akibat tiga aspek yang saling terkait; akibat kejatuhan marwah diri dan kedangkalan ilmu dan akhirnya kekurangan iman. Islam pada hakikat batinnya tidak ada oleh pemenggalan masa dan kekaburan ataupun perubahan seperti yang telah berlaku pada agama dan falsafah yang lain. Akan tetapi pada hakikatnya Islam itu diperlihatkan kepada dunia oleh Penganutnya. Al-Attas mengumpamakan penganut agama Islam seperti _'cermin bidal tamsil'_ yang menangkap sinar mentari Islam yang terang benderang. Bagi yang jahil dalam kalangan manusia maka akan terungkaplah dalam persepsi pikiran mereka bahwa cahaya benderang (Islam) itulah yang kotor dan kusam, cerminan (segelintir agama Islam).Namun cermin yang kusam dan diselimuti debu tetap tak dapat memantulkan sinar cahaya cahaya yang dipancarkan kepadanya.Kekeliruan dan tanggapan palsu ini memang nyata ada dan berhasul mengecutkan hati Muslimin yang lemah dan menggoncang imannya.

4. Merujuk kepada halaman 9-11, al-Attas membawa mengenali sifat-sifat dasar dalam kebudayaan Barat; yang menjadi domain dalam tamadun dunia hari ini. Uraian halaman ini merupakan rentetan dari halaman 7 yang mengimbas kembali titik awal penyelewengan dalam agama Kristian yang membocorkan cahaya Islam sebelum kemunculan Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW melalui pengetahuan tentang agama yang hak ini (Islam) melalui kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi -nabi mereka . Kebudayaan Barat mengalami era evolusi dan mula memakai doktrin sekular, itu karena banyak memeluk tradisi perbendaharaan turun-temurun, seni, falsafah, ilmu sains dan teknologi yang mendukung kehidupan mereka.Penghapusan dari kepercayaan dikuatkan lagi oleh mengecewakan dalam pengalaman beragamakan kristiani yang tidak berhasil memuaskan keraguan keraguan (ilusi) dan penilaian agama. Perihal ini diuraikan oleh al-Attas dengan pengenalan kepada faham kebangsaan dan humanisme dalam kerangka kebudayaan Barat yang akhirnya mengangkat agama sebagai 'alat negara'.

5. Halaman 12 hingga 20 Merujuk pada pandangan pandangan dalam yang bersifat paling asas; berkaitan 'logos' yang merujuk pada pengertian faham dalam perspektif agama, ilmu dan keadilan. Dalam kerangka pemahaman Islam, agama adalah apapun yang diturunkan dari Tuhan yang hak (Allah) kepada manusia yang disampaikan dengan perantaraan wahyu kepada Nabi dan Rasul. Ini berbeda dengan faham yang selain dari mana mereka menganggap agama sebagai kepercayaan tahyul atau satu pihak lagi berpendapat bahwa agama sebagai rekaan yang membentuk pendapat dan peraturan yang disusun manusia untuk mengawal kesejahteraan komunitas dan negara.

6. Halaman seterusnya (halaman 21) sehingga halaman 31 membicarakan aspek-aspek terbitan daripada aspek-aspek seperti tentang pandangan alam; kebudayaan dan kedudukan agama, kebebasan, akhlak dan amalan akhlak, serta perubahan, pembangunan, dan kemajuaan. Aspek-aspek ini diulas oleh al-Attas dalam perbandingan antara Islam dan Kebudayaan Barat. Antara hasil dari kebobobrokan budaya barat menghancurkan dan krisis identitas. Keadaan ini berlaku atas sebab tradisi nilai-nlai utuh yang dapat menjawab persoalan-persoalan seperti “siapa aku?”, “apa tujuan yang mungkin?” dan sebagainya. tahu dirinya, lalu mengambil budaya lain; celupan-celupan tak terduga yang dirasakan berdasarkan asal mereka tidak mengetahuinya.

7. Masalah krisis identitas yang berlaku (dalam Tamadun Barat) seperti yang disebutkan dalam halaman 32 itu dijawab oleh Tamadun Islam melalui penonjolan personalitas dan karakter agung, Junjungan Besar Nabi Muhammad saw. Al-Attas menjelaskan tentang nilai-nilai murni akhlak Islamiyah yang terpancar melalui didikan Rabbani dan relevansinya terhadap seluruh lapisan masyarakat; tanpa sembarang dekonstruksi perspektif bagi kedu generasi tersebut. Rasulullah saw. juga sebagai manusia yang menjadi contoh sempurna bagi seluruh kaum Muslimin malah bagi seluruh keturunan Islam dari saat pertama mula menjelma Ummat Islam hingga akhir zaman.

8. Satu aspek penting ketamadunan yaitu, bahasa turut dipolemikkan oleh al-Attas. Dalam hal ini beliau memberi sifat Bahasa Arab adalah bahasa universal yang mampu meresap dan merencanakan istilah-istilahnya ke dalam bahasa yang di dampinginya; sebagai contoh Bahasa Melayu, Bahasa Persia dan juga Bahasa Turki. Bahasa Arab yang juga memiliki nilai sebagai Bahasa Al-Quran juga memiliki nilai yang cukup bermakna dalam istilah-istilah yang sering digunakan. Alam boleh kita tafsirkan sebagai tanda-tanda atau ciri-ciri yang merujuk pada sesuatu perkara sehingga jelas kepada kita apakah dia perkara yang terkait (makna perkara itu). Dan ilmu memang merujuk pada sesuatu makna sesuatu karena ilmu adalah perolehan diri akan sesuatu makna.Sebagai contoh, istilah 'alam' terbentuk dari kutipan kata-kata (tanda/ciri-ciri yang memberitahukan tentang sifat sesuatu yang harus diambil) yang berakar pada kata 'ALM, yang juga merupakan kata akar bagi ilmu.Dengan itu, tampak jelas bahwa ada kesinambungan antara yang dimaksud dengan alam dan ilmu yang berasal dari kata-kata yang sama ('ALM) yang menunjukkan pengertian yang memberi makna kepada sesuatu yang ada. Secara keseluruhannya, signifikasi istilah alam ini merujuk pada tanda-tanda kewujudan dan kekuasaan Tuhan dan untuk memperoleh hakikat ketuhanan, perlu melalui jalan ilmu.

9. Berbincang tentang bahasa akan berkaitan erat dengan kesastraan dan kesenian. Menurut al-Attas, secara zahirnya, mungkin kita dapat menerima adanya faham-faham dalam Islam yang seolah-akan sama dengan yang terdapat dalam Kebudayaan Barat mengenai falsafah cinta rasa-seni terhadap keindahan dan kecantikan, mengenai kesastraan dan keseniaan, namun yang ditolak dalam hal ini adalah beberapa faham asasi yang berkaitan dengan tujuan dan peranan kesastraan. Yang jelas bertentangan dengan Islam adalah faham change basic.

10. Dalam halamab 46, al-Attas membuka selebaran tentang 'adab'. Al-Attas menyatakan bahawasanya adab itu terbagi kepada dua aspek; pengenalan dan pengakuan.Pengenalan bermaksud memberi pengertian kepada 'sesuatu' berdasarkan haknya manakala pengakuan bermaksud meletakkan 'sesuatu' itu sesuai dengan hakikatnya. pengenalan, pengenalan itu ilmu dan pengakuan itu amal. Seperti kata pepatah Arab dan Melayu, ilmu tanpa amal seperti pohon tak berbuah. Sekiranya tercabut salah satu dari dua aspek tadi, maka tidak akan muncul apa yang dikatakan sebagai adab itu. Selain itu, penting untuk kita fahami bahwa adab tidak terbatas kepada sesama manusia saja, termasuk hewan, tumbuhan, alam, harta benda;semua jenis makhluk (ciptaan) dan yang paling utama dengan al-Khaliq (pencipta). benar,

11. Faktor-faktor internal yang mengakibatkan kegentingan bagi Kaum Muslimin mulai dibahas secara tertumpu dan panjang lebar dalam halaman 50 hingga 69. Al-Attas merumuskan sebab-sebab yang menimbulkan masalah yang menimpa Kaum Muslimin ada tiga perkara mengikutsertakan masing-masing yaitu yang pertama, mengenai ilmu yang mengakibatkan keruntuhan adab dalam kalangan Kaum Muslimin. Kekeliruan faham dan keruntuhan adab akhirnyalma kewibawaan dan ini merujuk kepada para pemimpin yang tidak layak untuk dipimpin oleh pimpinan yang sah dan tidak mencapai taraf kepimpinan yang dalam ilmu Islam. inilah pemimpin yang mengekalkan munculnya ilmu dan keruntuhan adab sekaligus menjamin produktivitas kepimpinan.Turut dibahas oleh beliau adalah mengetahui golongan modernis atau pembaharu Islam yang berniat untuk memurnikan semula mengenai ajaran Islam daripada unsur-unsur luar yang menyerang, namun tanpa disedari, disebabkan ketidak kukuhan ilmu, menyebabkan mereka terhimbau dengan unsur yang serang. Permasalahab yang ditimbulkan oleh golongan ini disebabkan oleh berbagai aspek yang diajukan oleh tuduhan sebagai 'pembaharu agama'; hakikatnya sangat jauh ketinggalan daripada golongan pemikir dan ilmuan agung, para mujtahidin yang ilmu tak dapat ditandingi, terutama oleh golongan terkini yang mendakwa diri mereka sebagai golongan 'tajdid' (pembaharu). menyebabkan mereka terhimbau dengan unsur yang mereka serang.Permasalahab yang ditimbulkan oleh golongan ini disebabkan oleh berbagai aspek yang diajukan oleh tuduhan sebagai 'pembaharu agama'; hakikatnya sangat jauh ketinggalan dari golongan pemikir dan ilmuan agung, para mujtahidin yang ilmu tak dapat ditandingi, terutama oleh golongan terkini yang mendakwa diri mereka sebagai golongan 'tajdid' (pembaharu).menyebabkan mereka terhimbau dengan unsur yang mereka serang. Permasalahab yang ditimbulkan oleh golongan ini disebabkan oleh berbagai aspek yang diajukan oleh tuduhan sebagai 'pembaharu agama'; hakikatnya sangat jauh ketinggalan daripada golongan pemikir dan ilmuan agung, para mujtahidin yang ilmu tak dapat ditandingi, terutama oleh golongan terkini yang mendakwa diri mereka sebagai golongan 'tajdid' (pembaharu).

12. Dalam halaman terakhir Risalah ini, al-Attas mencoba menyedarkan Kaum Muslimin tentang faham akal dan peranannya serta kolerasi antara akal keupayaan dengan penghayatan wahyu. Juga, dibahas tentang sekularisme dan sekularisasi.Al-Attas menganggap akal berpikir bahwa suatu yang boleh diremeh-temekan dan bukan juga satu-satunya arsitektur yang boleh diagung-agungkan sehingga melampaui batas upayanya. Seyogianya, akal dilihat sebagai suatu anugrah Tuhan yang Maha Bijaksana yang memberi keupayaan yang hebat namun terbatas agar manusia sadar akan kelemahan dan kekerdilannya di hadapan Yang Maha Perkasa lagi Bijaksana. Dalam Peradaban Barat, akal dilihat sebagai sebuah entitas yang bersifat logis (rasional) yang akhirnya menyuburkan sekularisasi.Ini berbeda dengan Peradaban Islam yang meletakkan akal sebagai entitas integretasi bersifat rasio dan intelektual, yang mana akal ini; rasio dalam hal-hal jasmani dan intelektual dalam hal-hal rohani.

13. Kesimpulannya, 'Risalah Untuk Kaum Muslimin' adalah sebuah karya yang cukup relevan dengan keadaan Kaum Muslimin hari ini dan yang akan datang. Ia seharusnya dibacakan oleh setiap Muslim dan gagasan-gagasannya perlu dikembangkan dan dikembangkan lagi untuk diketahui dari alam Ummat Islam yang telah baru saja terhimpit.

Garut, 12 Juni 2021.

Posting Komentar

Halo sobat Aksara!
Jika mari berkomentar dengan memberikan gagasan atau pendapat yang terbaik, kita jauhi komentar yang mengandung hal yang tidak diinginkan yaa!

Lebih baru Lebih lama