Waspada Penipuan Online Memanfaatkan Citra Dosen

 

Source: https://pin.it/6ZxFFd5We


Awal bulan Mei, mahasiswa STAI (Sekolah Tinggi Agama Islam) Persis Garut dihebohkan dengan beredarnya kasus penipuan melalui Platform WhatsApp. Kita tahu, media sosial kerap kali menjadi sarana empuk bagi para pelaku kejahatan untuk menjerat para korbannya, pelaku biasanya menciptakan kesan dramatik supaya korban percaya kepadanya. 

Namun, yang unik dari kasus penipuan di Kampus STAI Persis Garut ini adalah terpampangnya foto profil beberapa wajah dosen yang sengaja dibingkai oleh pelaku di dalam platform WhatsApp untuk menjerat korbannya, yaitu para mahasiswa. 

Salah satu korban yang berinisial A (20) seorang mahasiswa semester 4, bercerita bahwa uangnya sampai habis ratusan ribu sebab dimintai pulsa dan uang oleh pelaku, pada hari Senin (6/4)

“Pelaku kayak minta tolong gitu bantu isiin (Pulsa/OVO) besok di kampus diganti—katanya. Kebetulan mungkin waktu itu lagi lengah, ada beberapa kejanggalan di chatnya kayak istri adiknya mau lahiran, terus minta transfer dan lain-lain, tapi gak sadar sama sekali.” Ujarnya saat diwawancara, Senin (13/6). 

A yang mungkin merasa iba melihat keterpurukan dosennya membantu secara ikhlas dan ridho (Semoga nanti ada yang membalas kebaikannya).

Dosen Sebagai Pemilik Otoritas

Dosen dianggap memiliki otoritas penting di mata mahasiswa, adalah seorang yang tiap hari datang ke kelas, berinteraksi dengan mahasiswa dan mengajarkan pengetahuan yang sah. Sedikit meminjam terminologi yang dipakai oleh Erving Goffan yaitu Dramaturgi, dalam bukunya yang berjudul “The Presentation of Self in Everyday Life” ada yang disebut  “Front Stage” (Panggung bagian depan), ada yang disebut “Back Stage” (Panggung bagian belakang).

Di dalam “Front Stage” terbagi lagi ke dalam dua bagian, ada yang disebut pertunjukan (appearance) atas penampilan, dan gaya (Manner). Misalnya, ketika berada di kampus (Ruang Publik) dosen akan menampilkan gaya yang paling ideal (Manner), biasanya gaya itu dipertunjukkan ketika sedang mengajar di kelas (Appearance).

Namun kita tidak tahu pertunjukan (appearance) atau gaya (Manner) yang dosen lakukan ketika berada di dalam ranah privat, atau bisa disebut juga “Back Stage”. Apakah dosen itu sedang melarat, ataukah sedang membutuhkan uang untuk keluarganya atau segala urusan tetek bengek kehidupannya. Di dalam ranah privat, sesungguhnya seorang mahasiswa tidak akan tahu tentang kehidupan dosennya. 

Hal ini dimanfaatkan oleh pelaku kasus penipuan, dia berusaha untuk menampilkan kepada mahasiswa citra dosen yang berwibawa, cerdas, dan dapat dipercaya (Front Stage). Dan korban atau mahasiswa akan terbawa suasana, dan mudah percaya, seperti yang diungkapkan oleh A, “Istri adiknya mau lahiran, terus minta transfer.” (Back Stage).

Kasus yang Harus Segera Diangkat atau Salah-Salah Nanti Malah Meningkat

Kasus penipuan jelas adalah perbuatan melawan hukum, jangan dibiarkan pelaku berkeliaran bebas seperti burung. kasus seperti ini harus segera dilaporkan. Hal ini tercantum dalam pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

“Barang siapa yang bermaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, dengan rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang, maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.” 

Akan tetapi, Undang-undang ini diperkirakan akan diterapkan pada tahun 2025. Namun, entah Undang-undang itu akan diterapkan 100 tahun lagi atau malah tidak akan diterapkan, paling tidak sudah ada laporan dari pihak lembaga kampus kepada pihak yang bertanggung jawab (Polisi) untuk menyelesaikan permasalah ini.

Alih-alih melaporkan, pihak kampus justru malah membiarkan permasalahan ini dan terkesan cuek. kalau terus seperti itu, salah-salah yang awalnya citra dosen berwibawa di mata mahasiswa, bisa tergantikan dengan citra sikap cuek yang nantinya akan menjadi “Front Stage” yang buruk.

Juga para mahasiswa yang seakan hanya bisa mengirimkan informasi lewat WhatsApp ke grup umum kampus, “Hati-hati ada nomor yang ngaku dosen”. Para mahasiswa harus langsung membicarakan permasalahan ini dengan pihak lembaga kampus, dan juga harus berani mempertanyakan kecuekan pihak lembaga kampus. 

Mempertanyakan berarti membentuk kesadaran kritis terhadap status quo yang sudah lama mengakar, atau kebiasaan lingkungan kampus yang terkesan Bening juga Hening. Apabila kasus ini tidak diangkat oleh mahasiswa, maka nantinya mahasiswa akan sama seperti lembaga kampus, terkesan cuek dan bodo amat. 

Posting Komentar

Halo sobat Aksara!
Jika mari berkomentar dengan memberikan gagasan atau pendapat yang terbaik, kita jauhi komentar yang mengandung hal yang tidak diinginkan yaa!

Lebih baru Lebih lama