Antara Takdir dan Penantian

(sumber: Pinterest)

Ombak lahir dari rahim samudera,
Menari dalam tarian tanpa henti,
Tak pernah tahu pada mana ia akan karam,
Hingga tatapannya tertambat pada Langit
Sosok agung yang tenang di atas sana,
Luas, membiru, seakan tak tersentuh oleh waktu.

Langit, adalah keheningan yang melukiskan keabadian,
Menjulang tinggi dengan kecantikan yang sukar direngkuh,
Namun bagi Ombak, pertemuan dengan Langit adalah suratan,
Meski mereka dipisahkan oleh nasib,
Ada perasaan yang tersimpan di kedalaman,
Seperti rahasia yang hanya diucapkan oleh gelombang.

Ombak tak bisa menyentuh Langit,
Namun ia tetap bergerak,
Menghempas karang dan pasir,
Berharap suatu hari bisa mencapai cakrawala,
Di mana Langit dan Laut bertemu dalam garis tipis yang samar.
Namun Ombak tahu, pertemuan mereka bukanlah di sini dan kini.

Ketika Ombak mencoba mengungkapkan rasa,
Langit mendengarkan, dalam diam yang penuh makna,
Tak ada kata yang terucap,
Hanya bayangan yang merambat di antara hembusan angin,
Namun itu cukup bagi Ombak,
Sebab dalam diam Langit, ia merasa dihargai.

Tapi waktu, seperti arus yang tak pernah diam,
Menghanyutkan harapan mereka dalam ketidakpastian.
Langit tetap di sana, namun semakin jauh,
Dan Ombak, meski berusaha, mulai terpecah oleh keraguan.
Mereka berhenti saling menyapa,
Seperti dua hati yang terdiam oleh keheningan yang tak bisa dijelaskan.

Kemudian tiba masa,
Bukan dalam kehendak,
Tetapi dalam takdir yang mempertemukan mereka kembali.
Bukan dalam pelukan mesra,
Tetapi dalam keringat yang bercampur dalam kerja yang berat,
Dalam upaya saling mendukung,
Mereka kembali seperti dulu—dua entitas yang bekerja bersama,
Meski tak saling menyentuh, ada perasaan yang kembali mengalir.

Hati Ombak, yang sempat terpendam di dasar laut,
Kembali menggelegak seperti badai yang diam-diam bangkit.
Langit, yang semula hanya bayang jauh di cakrawala,
Kini terasa lebih nyata, lebih dekat,
Meski tetap tak terjangkau oleh tangan.

Namun mereka tahu, ada sesuatu yang berbeda.
Bukan cinta yang memudar,
Tapi waktu yang tak lagi bersahabat.
Takdir berbisik bahwa meski hati mereka bertaut,
Belum saatnya Langit dan Ombak bersatu.
Ada hal yang harus mereka tunggu,
Ada perjalanan yang masih panjang sebelum akhirnya tiba.

Waktu kembali bergerak,
Dan bersama waktu, datanglah ujian yang tak terduga.
Ombak tergulung dalam sakit yang tak terlihat,
Tubuhnya lemah oleh badai yang datang tanpa peringatan.
Langit, meski di atas sana,
Juga tertutup mendung,
Sakitnya bukan dalam tubuh, tapi dalam hati yang perlahan-lahan terkikis.

Namun meski terpisah oleh jarak,
Mereka saling menjaga dalam doa.
Ombak, dalam setiap desiran ombaknya,
Selalu menyebut nama Langit,
Berharap suatu hari ia bisa kembali memandangnya,
Bukan sekadar melihat,
Tapi menyentuhnya dengan tangan yang telah siap.

Di bawah langit yang gelap,
Ombak terus bergerak,
Tak henti-hentinya mengejar harapan yang ia simpan dalam diam.
Langit, meski tertutup awan, tetap bersinar,
Menjaga cahaya kecil yang masih tersisa untuk Ombak di bawahnya.

Mereka bermimpi tentang waktu yang belum datang,
Sebuah masa di mana Ombak dan Langit tak lagi terpisah,
Di mana mereka bisa berjalan bersama di bawah langit yang sama,
Di mana tangan mereka saling menggenggam,
Dan di situ ada senyum, ada tawa,
Ada kehidupan yang mereka bangun dari cinta yang menunggu.

Namun kini, mereka masih harus menanti.
Takdir telah berbicara, bahwa kebersamaan mereka belum waktunya.
Tapi Ombak tahu, suatu hari ia akan sampai,
Bukan sekadar di tepi pantai,
Tetapi di tengah-tengah samudera yang luas,
Di mana Langit dan Laut akhirnya bersatu dalam ketenangan abadi.

Waktu adalah kawan dan lawan,
Ia berjalan cepat, namun lambat di mata yang menunggu.
Tapi Ombak, meski lelah, tak pernah menyerah,
Ia percaya bahwa takdir, bagaimanapun kerasnya,
Akan memberi mereka kesempatan untuk kembali bersama.

Langit dan Ombak, dua jiwa yang terpisah oleh nasib,
Namun terikat oleh harapan yang tak pernah padam.
Di setiap gelombang yang datang dan pergi,
Ada doa yang tak pernah hilang,
Ada cinta yang tak pernah hancur oleh waktu.



Penulis: Ramdani Hardiansyah

Posting Komentar

Halo sobat Aksara!
Jika mari berkomentar dengan memberikan gagasan atau pendapat yang terbaik, kita jauhi komentar yang mengandung hal yang tidak diinginkan yaa!

Lebih baru Lebih lama