Bhayangkari

 Bhayangkari

(Disela merunut tempo singkat)


Usiaku luruh di berbagai cerita

Diamnya dijera gulma

Tertungkus lumus dalam gugus


Namun kutertibkan puan dibuku harian

Hingga dapat kutemukan

Di colak-calingnya peperanga


Ceruk lengkara Berjebai suara

Imitasi dari sepi sang Raja


Kekasih malam

Nyanyikan kidungan

Biarku berlayam 

menari di benderung

Meruahkannya kegilaan


Lalu berikanku lihat 

Sosokmu yang calang

Tanpa gelebah di senyummu


Karena bagiku

Apabila tercerabut serimu

Maka bidarku senantiasa merebutnya kembali

Baik dari balai kota

Syirkah

Ataupun tentara


Afsun Dinda

Menggantung di jendelanya Rumah Warga

Setiap malam tiada gusar tiada harapan lamaran depan pintu lolongnya penglihatan


Dis-ekuilibrium

Kurefleksi sepenjuru hati

Menimang sakit dengan pasti

Aku selalu dalam baik

Meski rontanya hanya menuju manik

Sedikit demi sedikit

Berulang dan terusnya menjerit

Karti sakit?


Membuang memoar

Senyummu yang kau bawa dalam perlindungan Ku sangkai dengan sabar

Tapi hatimu sungguh bebal

Kau dustai aku yang percaya terhadapmu

Karena kini kau terlanjur besar dan Indah

Telah kau bilang rasamu yang tidak lagi ramah

Memanglah kau mawar yang indah

Membawa betah di tiapkali orang tidak punyai arah

Aku si cacing tanah tidak peduli siang malam atau petang

Akan mengabdi dengan senyuman

Walau kamu hanyalah mawar: dipetik atau menemui waktu ..

Melihatmu dicumbui si lebah Aku gerah tak terarah

Fertilisasi

Jawabanmu diam dan mati

Membesuk hati yang tak lagi punyai arti

Aku mau sekedar mimpi

Membawamu lari tanpa adanya jeruji

Tetapi jika hanya untuk membuatku hadir di atas meja tanpa menyediakan makan

Kau kembali mencela hati yang tak mungkin berlengkasa

Berpuluh tahun mengandalkan diri hanya untuk menggapai hadiratmu yang aku tahu aku tak mampu

Tapi sampaikan salamku ini berupa pedang berkarat yang mengoyak sanubari sehingga buatku tak lagi berani 

Berani membuatmu menebar tawa

Berani membuatmu menyingkap kerlingan yang masuk debaran hati hingga laporan euforia


Alfabet kekuasaaan

Di satu waktu menanyakan diadakan untukku

Melihat para kolot yang berjobak pukulanku berdekat diantara rahang para pembisu yang memberi mereka referensi ter-baru

Biarlah mereka temui kamu dikehidupan baru

Tapi tidak untuk membuatku terlihat menggerutu

Azamku adalah melihatmu Bakh dirundung suka cipta

Tidak sedikitpun aku temui Intrik dalam hati

Karena kapanpun kau datang aku siap untuk Ceritamu

Memperkenalkan satu persatu keluarga barumu

Memikirkan segala furnitur rumah kau mau

Mendiskusikan arti idealisme seorang Ibu

Datanglah ... Aku mau walau hanya menjadi bonekamu


Ouh ... Temu

Kelak ku tunggu jandamu

Atau dilain waktu dengan gegas hati tinjauan syurgamu


Cinta berumur transenden

Kuluaskan pandangan

Tradisi ini dari mata ke mata dari hati ke hati dari lisan ke lisan

Karena nyala rambutmu membuat bayang-bayang bagiku

Memberikan pesangon atas keluh yang tak lagi menggeruh

Telah kusampaikan sejalin makna di lintas kata


Yang terkasih .. sejatinya cinta dari pasangan manusia hanya akan kembali ditelapak tangan orangtua

Hanya kita menari diatas telapaknya Dimana berbicara seolah Kita pernah ada padahal cinta telah pasang dimuka menikmati waktu yang tak lagi memperseteru aku


(Cinta yang berpuasa adalah cinta yang bertahan dari kedekatan sehingga sekali-kali dapat menjerumuskan kondisi pada sumur kegelapan)

(Teruntuk Layla yang terkasih, seperangkat puisi ini aku rampungkan bagimu Logika)


Annaufal

Jum'at, 17 November 2017 

Posting Komentar

Halo sobat Aksara!
Jika mari berkomentar dengan memberikan gagasan atau pendapat yang terbaik, kita jauhi komentar yang mengandung hal yang tidak diinginkan yaa!

Lebih baru Lebih lama