Konsep Gila Dunia Perindustrian

Akhir-akhir ini pabrik-pabrik banyak dibuka, lahan-lahan kosong dibangun untuk keperluan produksi dan gudang-gudang.
Shubuh hari, siang yang terik, bahkan malam, berbondong-bondong para karyawan berganti jadwal kerja. Semua berbaris tak rapi, antri acak namun tertib memasuki gerbang pabrik yang hanya dibuka sebesar pintu rumah, tidak sebesar pintu istana.



Semua orang mau mengikuti aturan, dan mayoritas mereka adalah perempuan yang shubuh hari meninggalkan keluarganya, meninggalkan anak-anaknya untuk diurus orangtua yang tak sedikit sudah tua renta,  bahkan meninggalkan suaminya yang berprofesi tukang ojeg dengan motor yang masih nyicil dari gajinya.

Memasuki pabrik, mereka rela berdiri berjam-jam tanpa boleh kelihatan duduk barang sebentar. Line-line produksi terus maju. Lengah satu, proses produksi macet di sana. Macet satu, dan produksi macet, satu baris diamuk mandor yang adalah tetangganya sendiri yang kini tak lagi bisa bertegur sapa dengan ramah. Mandor harus mengamuk agar satu baris itu bekerja sesuai target, tak peduli harus mencaci maki, tak ragu menggebrak meja, tak peduli meski harus menunjuk didepan hidung kawan se-TKnya.

Dan itu karena berselang satu jam ia yang akan diamuk atasannya, atasannya ini bahkan tak peduli harus bermain tangan, karena ia harus membuat mandor kapok, kalau tidak, si atasan akan diamuk atasannya lagi yang sudah berbeda bangsa. Terus begitu hingga para ibu muda tak bisa memberi asi bahkan hanya dalam waktu empat bulan kepada anak pertamanya yang seharusnya adalah ratu.

Anak-anak kurang gizi, gizi perut juga gizi hati. Cari perhatian, Cari pelampiasan. Inilah salah satu cermin yang bisa memantulkan jawaban mengapa industri makin maju tapi negeri makin miskin dan makin bodoh, semakin tidak beradab.

Berapa gaji para ibu-ibu berbaris acak itu? Tidak kurang dari dua juta rupiah dibayar dua kali dalam sebulan, gaji tertinggi yang didapatnya ketimbang pekerjaan mencuci piring dan mengganti popok bayinya. Gaji tinggi yang cukup untuk membungkam lingkaran setan di dunia pabrik.

Faktanya Islam adalah solusi -yang tentu merugikan kapitalis- yang mampu menciptakan lingkungan industri lebih beradab. Proses produksi bisa lebih manusiawi. Target produksi bisa dicapai dengan kesadaran dan tanggung jawab yang muncul dari hati. Gaji upah lebih rasional karena keuntungan difokuskan untuk umat. Karyawan akan kembali kaum lelaki agar rumah tangga berfungsi sebagaimana mestinya: ibu yang _madrosatul ula_ dan ayah sebagai pencari nafkah.

Bukan tentang #2019gantipresiden karena sistem ini belum tentu berubah, namun harus dengan kesadaran seluruh diri para wanita -yang dibungkam gaji kecil itu- karena sebenarnya mereka bukan budak dan punya kekuatan untuk merubah.

Masyarakat harus sadar bahwa ketimbang mereka butuh gaji, para kapitalis pemilik modal lebih membutuhkan tenaga mereka.
 [Husnul, sekum Unstraj]

Posting Komentar

Halo sobat Aksara!
Jika mari berkomentar dengan memberikan gagasan atau pendapat yang terbaik, kita jauhi komentar yang mengandung hal yang tidak diinginkan yaa!

Lebih baru Lebih lama